Pages

Kamis, 23 September 2010

Catatan Harian Si Kakak Saat Punya Adik

Share


“Sebentar lagi, adikmu akan lahir.” Papa memberitahuku. Saat aku masih berumur 3,5 tahun itu, kami sedang menunggu kehadiran anggota keluarga baru. Aku penasaran melihat seperti apa rupa adikku. Apakah mirip denganku?

Papa dan Mama sejak jauh-jauh hari sudah sering mengajakku bicara tentang adik. Mereka bilang aku bakal punya teman. Setiap Mama periksa ke dokter kandungan, aku selalu diajak ikut serta untuk melihat perkembangan adik. Lucu juga melihat rupanya di monitor. Menurutku, bentuknya aneh seperti kacang berdenyut. Lalu, beberapa bulan kemudian berubah seperti kecebong. Masa iya bentuknya nanti bisa sama denganku? Mama dan Papa bilang bahwa itulah salah satu kebesaran Tuhan.

Selama Mama berada di rumah sakit untuk menunggu kelahiran adik, aku dititipkan di rumah kakek dan nenek. Sebenarnya aku suka menginap di sana, tapi sekarang aku merasa kesepian karena Papa dan Mama ada di rumah sakit. Aku ingin sekali bersama mereka dan menyaksikan peristiwa penting di dalam keluarga kami. Rasanya kangen dan tidak nyaman berada di rumah kakek lama-lama tanpa orang tua. Awalnya aku meminta agar aku boleh ikut menginap di rumah sakit, tapi anak kecil tidak boleh tinggal di dalam ruang bersalin. Sedihnya...

Saat tiba waktunya Mama melahirkan, aku pergi ke rumah sakit bersama anggota keluargaku yang lain. Di sana, sekali lagi aku memohon agar diperbolehkan masuk menemui orangtuaku. Tapi, anak kecil tetap saja tidak diperbolehkan masuk ke dalam ruang bersalin. Kalian pasti tahu kan apa yang dilakukan anak kecil jika sesuatu yang diinginkannya tidak tercapai? Ya, benar. Menangis! Masa mereka tidak mengerti aku ingin bersama Mama dan Papa.

Mungkin kakek merasa kasihan kepadaku karena menangis, sehingga ia mencari cara untuk menyusup ke dalam ruang bersalin. Duh, senangnya bisa melihat wajah Mama dari jauh. Sayang kami tidak berhasil mendekatinya, karena dihalangi oleh perawat yang kaget setengah mati melihat kami muncul di ruangannya. Memang, kakekku ada-ada saja. Kami pun kembali keluar, karena ditegur oleh sang perawat.

Setelah Mama melahirkan, aku akhirnya diperbolehkan juga menghampiri Mama dan adik baruku. Tentu saja, aku senang luar biasa. Apalagi, ketika Mama memelukku dengan erat dan memuji diriku karena tidak rewel selama ditinggal.

Wah, ternyata adikku lucu! Seorang bayi laki-laki tampan. Sebenarnya sih aku ingin adik perempuan, tapi tak apalah. Kata Mama dan Papa, laki-laki atau perempuan sama-sama merupakan karunia Tuhan yang perlu disyukuri.

Beberapa hari setelah adik lahir, ada kejadian yang tak terduga. Aku menutupi kepala adik dengan topi kesayanganku. Mama baru saja berpaling untuk mempersiapkan peralatan mandi sore, tapi saat kembali wajah adik sudah tertutup. Aku hanya ingin mendandani adik seperti bonekaku. Itu sebabnya aku terkejut ketika Mama menasihati “Kakak, lain kali jangan seperti ini lagi ya. Kasihan adik bayi, jadi tidak bisa bernapas.” Maafkan aku, Dik. Aku tak tahu perbuatanku itu bisa membuatmu celaka.

Dari hari ke hari, aku sering menatap adik dengan tatapan cemburu. Sebelum adik lahir, orang tuaku selalu memberikan kasih sayang sepenuhnya kepadaku. Tapi, sekarang rasanya seluruh perhatian mereka terfokus kepada adik. Setiap pulang, Papa selalu menanyakan “Bagaimana jagoan kecilku?” atau “Sudah minum susu belum?” Memang sih aku juga ditanya. Bahkan, seringnya aku disapa pada urutan pertama. Tapi, tetap saja rasanya tak sama.

Mama nyaris setiap saat mengurusi adik. Apakah mungkin orang tua yang sudah mempunyai anak baru akan segera melupakan anak pertamanya? Ibaratnya, anak kecil berpikir mainan lamanya adalah mainan terbaiknya, tapi saat ia mempunyai mainan baru, mainan lamanya akan dilupakan.

Beginikah rasanya menjadi kakak? Semula aku senang sekali, tapi sekarang aku mulai berubah pikiran. Ternyata menjadi kakak itu adalah pekerjaan yang berat. Harus membantu Mama menjaga adik sebentar, harus membantu Mama mengambilkan perlak ketika adik akan diganti popoknya, dsb.

Tugas adik pasti selalu dikerjakan oleh Mama, sedang adik kerjanya hanya menangis dan buang air saja. Kadang-kadang aku merasa kasihan terhadap Mama karena pada malam hari ketika adik menangis, Mama harus membuka mata untuk menenangkan adik. Akibatnya, keesokan hari Mama masih mengantuk.

Adik telah mengubah hidupku yang semula cerah menjadi gelap. Aku sebenarnya ingin sekali mempunyai adik, tapi aku juga ingin merasakan kasih sayang yang sama besarnya seperti semula. Meskipun Mama dan Papa sudah menerangkan padaku bahwa bayi memang masih perlu banyak dibantu, dan waktu bayi aku pun diperlakukan seperti itu, tetap saja rasanya menyebalkan.

Tapi, sedikit demi sedikit aku mulai terbiasa dan ada hal yang bisa membuat perasaanku berubah pada adik. Cemburuku memudar. Mama dan Papa sering mengajakku bercanda dengan adik. Senangnya! Lebih asyik daripada bermain sendirian. Nah, mulai saat itu aku menarik kembali pikiranku tentang adik yang mengesalkan. Sebaliknya, ternyata mempunyai adik itu adalah sesuatu yang amat menyenangkan.

Aku jadi ingat peristiwa lucu di saat adik mulai belajar berjalan dan lagu Samsons tengah terkenal. Adik suka sekali lagu mereka dan ketika TV memutar video klipnya, ia menari dengan pinggul bergoyang ke kanan ke kiri. Tangan melambai ke atas - ke kanan - ke kiri. Hihihi... bikin gemes deh.

Aku jadi mengerti bahwa kehadiran bayi di keluarga mengajarkan kita untuk bergotong royong. Selain aku, Papa sering membantu Mama untuk membuatkan adik susu, memandikan adik, dan hal-hal yang lain. Jadi, dengan bangga aku katakan bahwa Papaku sudah lulus dan resmi menjadi ayah ronde kedua yang baik. Karena ronde pertamanya kan ia telah menjadi ayah yang baik bagiku. Hehehe.

Sekarang, adik sudah kelas 1 SD. Meski kadang-kadang terjadi perselisihan di antara kami, tapi aku tetap sayang padanya. Para kakak, biar kuberi tahu satu hal. Jika kalian berpikir bahwa memiliki adik itu tidak menyenangkan, buanglah pikiran itu jauh-jauh. Kalau sudah tahu dan mengerti yang sebenarnya, kalian juga pasti akan berpikir bahwa punya adik adalah sebuah peristiwa luar biasa.

***

Kisah ini ditulis sebagai entri Lomba Menulis Ketika Balitaku Punya Adik yang diselengarakan oleh Ibu Ida SW.

Fathia Amira adalah pelajar kelas 5 SD. Mengikuti jejak hobi kedua orangtuanya, seperti olahraga dan seni, telah diukirnya dengan berbagai prestasi sampai ke tingkat wilayah II. Renang, menyanyi dan menulis adalah kegemarannya. Gadis ini semakin memperdalam kecintaannya di dunia tulis-menulis, sejak diperkenalkan Mama pada dunia maya. Inspirasinya bisa ditemukan di blog pribadi Amalia's Heart.

Tidak ada komentar:

Related Posts with Thumbnails