Pages

Kamis, 30 September 2010

5 Langkahku Menghadapi Balita Punya Adik

Share

Kabar tentang kehadiran anak kedua tentu amat menggembirakan, tapi jangan sampai lupa mempersiapkan mental si kakak yang masih balita agar proses ini bisa menjadi momen seluruh keluarga yang berkesan. Ketika putra kedua kami akan lahir, kami berusaha semaksimal mungkin untuk meluangkan waktu khusus mempersiapkan si kakak agar bisa menerima peristiwa ini dengan perasaan sukacita. Saat-saat tersebut merupakan masa transisi penting baginya, dan kami tak ingin ia merasa terabaikan. Tapi namanya juga hidup, niat dan upaya ternyata tak selalu berjalan mulus sesuai harapan.

1. Memberitahu kakak tentang kehadiran si adik

Tak seperti rencana sebelumnya untuk menunda pemberitahuan selama beberapa bulan, kondisi kandunganku yang sedikit lemah saat itu mengharuskan kami memberitahu si Kakak dengan segera tentang kehadiran sang calon adik dalam rahimku. Sebisa mungkin kami jelaskan padanya bahwa ada adik bayi dalam perut Mama, yang nantinya akan bisa menemani hari-harinya bermain. Tapi karena Mama sedang kurang sehat, Mama untuk sementara waktu belum boleh lagi menggendong kakak. Di luar dugaan, balita kecil itu ternyata amat tegar. Katanya, demi kesehatan Mama ia berjanji melakukannya. Kebesaran jiwa tersebut kuhadiahi dengan peluk dan kecup setiap hari. Meskipun terpaksa tak bisa digendong masih banyak cara lain untuk menunjukkan kasih sayang.

Hampir pada setiap kunjungan ke dokter kandungan, si Kakak selalu kubawa. Bersama-sama kami mengamati perkembangan si adik lewat USG dari bulan ke bulan. Seingatku, Kakak merasa amat penting dan penasaran ketika itu. Syukurnya, dokter kandungan yang menanganiku dengan sabar bersedia menunjukkan dan menerangkan tentang posisi dan perkembangan adik padanya. Terima kasih ya, Dok.

2. Memastikan si kakak di tangan orang yang terpercaya selama proses persalinan

Hal pertama yang jadi bahan pertimbangan kami sebagai orangtua ketika semakin mendekati waktu persalinan adalah memutuskan tentang tempat di mana tepatnya si Kakak akan dititipkan selama kami berada di rumah sakit. Berpisah dengan orangtua, khususnya ibu, bisa memberikan tekanan berat pada balita Anda. Pastikan bahwa si kakak berada di tangan orang baik dan terpercaya demi kenyamanannya. Kami akhirnya menitipkan putri kami pada mertua yang rumahnya kebetulan tidak jauh dari rumah sakit, sehingga memudahkan putri kami untuk lebih sering berkunjung di saat-saat rindu.

3. Memperkenalkan si kakak dengan si adik

Tak lama sesudah aku dipindahkan ke ruang perawatan setelah proses bersalin, Kakak diperbolehkan menemuiku. Meski masih merasa amat lelah akibat kehilangan banyak darah, aku luar biasa senang melihat wajahnya yang mungil dan cemas menghampiriku. Segala kelelahan langsung terasa berkurang. Kurengkuh ia dengan lembut dalam pelukanku, lalu mencium keningnya sambil berbisik “Mama bangga sekali Kakak sudah menjadi anak hebat selama ini. Yuk, kita lihat adik.”

Kakak mengintip ke dalam boks bayi yang didorong Papa ke arahnya. “Bagaimana? Mirip dengan Kakak ya?” Gadis kecilku mengulurkan tangan dengan ragu menuju wajah adiknya. Disentuhnya hidung dan pipi, menyusuri raut wajahnya. Bayi dalam boks itu tampak tak terusik dalam tidur lelapnya. Ikatan batin pertama sepertinya telah terbentuk. Balitaku menoleh padaku dan tersenyum. “Adik lucu.” katanya.

4. Memperhatikan perasaan kakak yang sensitif

Pulang ke rumah dengan adik baru, tentu saja menjadi masalah yang berbeda. Waktuku mau tak mau banyak tersita untuk bayi mungil yang belum bisa apa-apa. Orang-orang yang datang menjenguk adik bayi tidak membawakan kado untuknya, maka sebisa mungkin kupisahkan hadiah yang bisa dipakainya seperti sisir dan handuk. Saat waktu menyusui, kudahulukan membuatkan sebotol susu buat kakak. Tapi, meski aku selalu berusaha mendahulukan kepentingan si kakak yang menurut orang sudah lebih mengerti dan peka perasaannya terhadap sikap orangtua daripada adiknya, rasanya tetap saja ada yang kurang. Si Kakak yang selama ini baik-baik saja muncul juga rasa cemburunya. Butuh waktu beberapa lama untuk membiasakan putri kecilku dengan keadaan yang baru. Maklum, dia yang selama ini menjadi satu-satunya pusat perhatian harus mulai terbiasa untuk berbagi.

5. Menjalin interaksi antara kakak dan adik

Terlepas dari rasa cemburu yang timbul tenggelam ke permukaan, kami sebagai orangtua tak hentinya berupaya untuk menanamkan kebersamaan. Makan, mandi, mendongeng, bermain, tidur… Mama dan Papa memposisikan diri untuk menyuarakan kata hati adik kepada kakak. Dan, ketika si bayi sudah mulai bisa lebih berinteraksi, ia tak jarang menghadiahkan tawa dan senyuman manis untuk kakaknya. Batin si Kakak mulai melunak. Apalagi saat menginjak beberapa bulan selanjutnya interaksi si bayi sudah mulai semakin banyak. Lomba merangkak meriuhkan suasana di rumah kami, lalu diikuti dengan acara panjat memanjat hingga akhirnya si adik bisa juga berlari. Kini, keduanya sudah semakin kompak. Meski, sekali-kali ada juga suasana pertengkaran bagai kucing dan anjing. Yah, namanya juga saudara. Memang begitulah.

Perasaan putriku yang sebenarnya ketika punya adik bisa Anda baca dalam Catatan si Kakak Saat Punya Adik yang ditulis sendiri olehnya berdasarkan memorinya. Ia sekarang sudah duduk di kelas 5 SD.

Kisah ini ditulis sebagai entri "Lomba Menulis Ketika Balitaku Punya Adik" yang diselengarakan oleh Bunda Ida SW.

Tidak ada komentar:

Related Posts with Thumbnails